Sekolah adalah salah satu kebutuhan semua orang. Dengan bersekolah semua orang dapat membuat hidupnya lebih baik, lebih sejahtera. Bagi sebagian orang sekolah hanya untuk melanjutkan pendidikan, agar tidak di bodohi oleh orang lain, agar tidak sensara di masa yang akan datang.
Tapi, bagi ku sekolah tidak hanya untuk itu semua, sekolah lebih dari pada itu. Sekolah mengajariku banyak hal. Cinta, mimpi, dan persahabatan, ya itulah yang aku dapatkan dari sekolah.
Sekolah ku tidaklah semewah sekolah di perkotaan, sekolah ku tidak lah selengkap seperti sekolah di perkotaan. Sekolahku terletak di sebuah desa kecil yang jauh dari perkotaan, jauh dan sangat jauh. Sekolahku mempunyai luas sekitar 3,75 hektar. Ya mungkin cukup luas untuk sekolah di daerah terpencil ini. Desa SANSEAT, ya itulah nama tempat tinggalku, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, tempat aku belajar tentang dunia ini, tempat aku mengenal semua itu, cinta, mimpi dan persahabatan.
Keluargaku tidak lah terpandang, keluargaku hanyalah sebuah keluarga yang sangat sederhana. Walaupun demikian aku bahagia, aku sangat bahagia bisa mempunyai keluarga seperti ini. Kakak, adik, bapak, ibu, nenek, kakek, paman, bibi, sepupu, aku mempunyai itu semua. Kami memang tidak tinggal di satu rumah, tapi rumah kami sangat berdekatan, mungkin sekitar 3-5 meter jarak dari rumahku, rumah nenek, dan rumah sepupuku.
Ayahku bekerja di sebuah perkebunan karet, sedangkan ibu dan bibiku bekerja di sebuah kebun teh milik saudagar kaya di desaku. Sedangkan pamanku bekerja sebagai petani.
***
pagi ini sungguh dingin, angin yang berhembus di pagi ini membangunkanku, membangunkan ku dari tidur lelapku. Seperti pagi-pagi sebelumnya aku segera membereskan tempat tidurku, mandi, kemudian membantu ibu dan kakakku menyiapkan sarapan.
“Pagi semua” sapaku dengan penuh semangat, senyumpun tak lupa terukir di wajah mungilku.
“pagi, ify” jawab kakak ku, sambil tersenyum kembali kepadaku dan melanjutkan tugasnya memcuci piring.
“sudah segeran fy?” Tanya ibuku dan tersenyum kepadaku.
Ya, senyum itu, senyum yang ibu berikan kepadaku setiap harinya, senyum yang membuat hari-hari ku penuh dengan kebahagiaan.
“sudah kok bu’, Ify juga sudah mandi. Ify ngiris bawang aja ya bu’ “ Ujar ku kemudian mengambil pisau yang berada di dekat ibuku, dan langsung mengiris bawang.
“iya” Ujar Ibu dan tersenyum lagi kepadaku.
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 06.00, sarapan pagi pun telah siap. Aku dan adik ku menaruh sarapan di atas meja makan.
Setelah selesai makan aku, kakakku, dan adikku pamit kepada Bapak dan Ibuku. Umurku dan kakak ku tidak begitu jauh hanya berbeda 1 tahun sehingga aku dan kakak ku bersekolah di Sekolah yang sama yaitu di SMA Negeri 3, sedangkan adik ku berbeda 3 tahun dengan ku. Adik ku bersekolah di SMP Negeri 1. Sekolah ku dan adik ku berjarak cukup jauh sehingga adikku biasanya berangkat bersama teman-teman satu sekolahnya. Aku dan kakak ku pun berangkat sekolah bersama dengan sepupuku. Setiap harinya kami melewati kebun teh tempat ibu kami bekerja. Setiap pergi sekolah terlihat orang-orang yang memetik daun teh, katanya sih daun teh lebih baik di petik pada pagi hari. Sekolah kami berada di ujung kebun teh ini.
“Fy, Ra, kakak ke kelas duluan ya.” Ujar kak Sivia kepadaku dan Zahra.
Kak Sivia sekarang duduk di kelas 11 IPA.1 sedangkan aku dan Zahra duduk di kelas 10.4. kami kebetulan satu kelas, tapi kami tidaklah 1 bangku, karna kami ingin dekat dengan teman satu kelas. Aku duduk bersama Nova, sedangkan Zahra duduk bersama Angel.
“pagi Ify” sapa Nova kepadaku.
Nova adalah anak yang periang, selain itu anak nya juga pintar, sehingga kami sering belajar kelompok bersama.
“Pagi Nov” jawabku dan tak lupa memberikan senyumku.
“katanya kita bakalan ada murid baru pindahan dari kota, trus tau nggak anak barunya itu siapa?” Tanya Nova dengan penuh semangat, sampai-sampai bicaranya cepat sekali.
Ya itulah Nova, walau pintar dan ramah, dia juga dijuluki “MISS UP TO DATE” karena dia tahu sesuatu yang orang lain belum tahu, entah dari mana dia mengetahui semua kabar itu.
“oh, emang siapa murid barunya?” Tanya ku santai, sebenarnya sih aku tidak perduli mau ada murid baru atau tidak. Jujur ya aku orang nya cuek banget sama orang lain, apalagi orang yang belum aku kenal. Tapi, dari pada Nova kecewa karena aku cuekin jadinya aku bertanya kepadanya.
“Anaknya ganteng banget, item manis, trus dia itu anaknya Pak Haling.” Jawab Nova sambil senyum-senyum sendiri seperti heboh sendiri.
“oh, anaknya Pak Haling pemilik kebun teh tempat ibuku dan ibu Zahra bekerja?” Tanya ku lagi sambil meletakkan task u di meja kecil yang terbuat dari kayu yang telihat sudah usang dengan coretan pena dimana-mana.
“iya, gila ya ternyata anak kota ada juga yang mau tinggal di desa kita, trus sekolah di tempat kita lagi.” Ujar Nova sambil pikirannya menerawang ke arah langit-langit kelas, entah apa yang sedang di khayalkannya.
“ih, apaan sih Nova, ayo ngayal apa kamu?” Ujar ku sambil meletakkan tangan ku di depan wajahnya.
“kebayang nggak sih kalau dia jadi pacar ku?” ujar Nova yang asal-asalan.
“hush, Nova bukan apa-apa ya, kita belajar dari pengalaman aja deh, inget nggak dengan Cakka anak baru semester lalu yang pindahan dari Jakarta? Dia itu kesan nya aja manis, tapi apa ternyata anaknya sombong abis.” Ujar ku yang mengingatkan Nova agar tidak banyak berharap kepada sesuatu yang belum pasti baik buruknya.
“iya juga sih Fy, tapi kita nggak boleh suuzan sama orang kan kata Pak Lutfi kita harus Husnuzan.” Ujar Nova yang mengingatkan ku akan pelajaran agama minggu lalu, Nova saja yang bukan muslim mengerti bagaimana aku yang muslim? Aku jadi malu sendiri kepada Nova.
“iya ya Nov, maaf deh. Jadi malu aku” ujar ku sambil senyum-senyum agak malu.
“ya udah deh, sekarang kita nanti tu murid baru.” Ujar Nova sambil melihat keluar kelas.
“terserah kamu deh Nov.” Ujar ku kemudian duduk dan membuka buku pelajaran pertama.
Bunyi lonceng pun terdengar begitu nyaring, kelas ku yang berada di ujung sekolah pun masih mendengar bunyi nyaring yang di keluarkan lonceng yang berada di depan halaman sekolah. Lonceng yang berukuran besar, yang terlihat sedikit tua karena sudah terdapat karat dimana-mana, tapi suaranya tidak terdengar tua.
Dari luar kelas terlihat Pak Duta berjalan menuju kelas kami bersama seorang anak lelaki yang berpenampilan seperti orang kota.
“jangan-jangan ini anak yang dimaksud Nova tadi” Batin ku sambil memperhatikan sekali lagi penampilan anak itu. Anak itu terlihat cuek, tapi juga terlihat manis dengan pakaian yang tampak cocok dia kena kan, tapi sedikit tidak sopan dengan dengan kancing baju paling atas yang tidak tertutup.
“selamat pagi anak-anak?” Sapa Pak Duta kepada kami semua, kali ini wajah pak duta tidak setegang biasanya. Biasanya setiap kali pak Duta memasuki kelas kami, pasti bawaannya marah-marah. Tapi, kenapa kali ini tidak?
“pagi pak” jawab kami sekelas kompak.
“baiklah hari ini kalian mendapat teman baru dari Jakarta, silahkan perkenalkan namamu.” Perintah pak Duta kepada anak itu.
Dengan gaya cueknya anak itu berkata “Kenalin nama gue Mario Stevano Aditya Haling, kalian panggil gue Rio aja”
“ada hal lain yang mau di sampaikan Rio?” Tanya pak Duta kepadanya, karena baru kali ini pak Duta melihat murid baru yang hanya memperkenalkan namanya saja, oh tidak dengann nama panggilannya juga.
Rio hanya menggelengkan kepalanya.
“ya sudah silahkan kamu mencari tempat duduk yang kosong” Ujar Pak Duta kepada Rio dan kembali ketempat duduk nya.
“tu kan Nov, apa kata ku. Semuanya sama, lihat tu Rio sombong abis, trus pakaiannya nggak sopan, emang dipikirnya sekolah seperti si Jakarta yang urak-urakan.” Bisiku kepada Nova sambil melirik Rio.
“iya ya Fy, bener kamu. Tapi, tetep aja tau kita nggak boleh suuzan” Ujar Nova dengan kerasnya.
“oow” ujar ku sambil melihat kearah pak Duta.
“Nova, Ify, kalian ngobrol ya?” Tanya Pak Duta kepada kami, tapi yang anehnya wajah pak Duta tidak seseram biasanya.
“e-e-e enggak PAK” ujar Nova ketakutan.
“ya sudah nanti sehabis pulang sekolah kalian ke ruangan bapak.” Ujar pak Duta kemudian langsung memulai mengajar tanpa memperhatikan kami berkata iya atau tidak.
Lonceng pun berbunyi bertanda waktu untuk istirahat. Kami sekelas pun berkumpul, tapi tidak dengan Rio. Akhirnya aku memberanikan diriku untuk berkata kepadanya.
“Rio, biasanya kami sekelas itu kumpul dan makan bersama.” Ujar ku sedikit canggung untuk menyapanya.
“lo, siapa merintah-merintah gue. Ya udah kalo kelas lo mau kumpul tapi, nggak dengan gue. Gue anti makanan kampung kayak gini.” Ujar Rio dengan kasarnya kepadaku, nada suaranya pun ditinggikan.
“Rio, ini makanan untuk mu kebetulan hari ini Kiky lagi banyak uang, jadi traktir kita sekelas deh.” Ujar Nova kepada Rio, dengan wajah penuh harap agar Rio mau menerima pemberiaannya itu.
Blessss
Makanan itu pun terjatuh karena tangan Rio yang menepis pemberian yang diberikan oleh Nova.
“gue bilang nggak mau ya nggak mau, ngerti nggak sih yang namanya nggak mau, dasar kampung.” Ujar Rio kepada Nova dengan sangat kasar untuk ukuran anak sepertinya, dengan menekan suara pada kaliamat KAMPUNG.
Nova keluar kelas sambil menangis.
“dasar kamu ya emang kenapa kalau kita anak kampung? Inget kamu sekarang itu ada di kampung juga, berarti kamu juga KAMPUNG.” Ujar ku kepada Rio tak kalah kasar dengan ucapannya kepada Nova. Aku pun langsung menyusul Nova, berharap ia tak apa-apa dan tidak akan melakukan hal konyol.
Rio hanya menatapku tajam, tatapannya seperti tidak akan pernah melepaskanku sebelum dia membalas sakit hatinya.
Lonceng pulang pun berbunyi pertanda pulang sekolah, sebelumnya aku telah berkata kepada kak Sivia bahwa aku dan Nova pulang agak telat, sehingga kak Sivia dan Zahra pulang terlebih dahulu.
Aku dan Nova pun menuju ruang pak Duta, disana tampak pak Haling dan anak itu lagi….
“ini pak anak yang saya maksud kemarin, ini Ify dan ini Nova. Mereka anak yang baik dan saya kira mereka bisa menemani Rio mengenal desa ini.” Ujar Pak Duta memperkenalkan kami kepada pak Haling.
“apa anak baik? Pa, Rio nggak mau sama mereka.” Perintah Rio dengan kasarnya, yang tak seharusnya dilakukan seorang anak kepada orang tuanya sendiri.
“tidak, pokoknya kamu harus bersama mereka berdua. Kalau tidak kamu akan papa kirim ke Jayapura bersama nenek kamu.” Ujar Pak Haling dan langsung meninggalkan kami.
“pak ini beneran?” Ujar ku sedikit tak percaya bahwa aku dan Nova akan menemani Rio.
“iya, ya sudah kalian silahkan pulang dan antar Rio pulang.” Ujar Pak Duta sambil menepuk pundak ku.
Aku dan Nova pun keluar dari ruangan itu dan berjalan pulang, Rio yang merasa tidak mengenal daerah ini pun mengikuti kami. Akhirnya aku mempunyai ide jahil yang ku rasa pantas untuk Rio.
“Nov, kita kerjain yok. Kamu masih sakit hatikan sama anak ini, kita tinggalin aja dia di kuburan dekat sungai.” Bisiku kepada Nova.
“siip” ujar Nova.
“Kalian ngapain?” Ujar Rio dengan nada cuek.
Kami pun tak mengubris perkataannya kami hanya berjalan terus. Sampai akhirnya kami sampai di dekat sungai, aku dan Nova pun sepakat akan berpencar dan berlari sekuat tenaga menuju jalan ke kuburan.
“hey kalian mau kemana?” teriak Rio kepada kami, dan langsung berlari menyusul Nova.
Sayang nya ia terjebak , karena disekelilingnya adalah kuburan. Entah pengalaman buruk apa yang telah menimpanya. Rio begitu ketakutan dan berteriak histeris. Kami yang tak tega langsung menemuinya.
“Rio, kamu nggak kenapa-kenapa?” Ujar ku ketakutan.
“jangan, mama mama mama.” Teriak Rio histeris seperti orang yang sedang kerasukan.
Aku dan Nova pun langsung menopang Rio menuju rumahku. 1 jam pun berlalu Rio akhirnya sadar dari pingsannya.
“gue dimana? Rumah buluk apa lagi ini.” Ujar Rio sambil memegang kepala sebelah kirinya.
“eh, kamu ya udah di tolong pake ngatain segala, kalo kamu nggak aku dan Nova tolong kamu udah di kuburan tau. Ternyata takut sama kuburan.” Ujar ku dengan nada meremehkan Rio.
“please jangan kasih tau orang-orang ya gue takut sama kuburan.” Pinta Rio dengan wajah memelas.
“oke, tapi kamu harus berubah, kamu jangan pernah meremehkan ataupun merendahkan orang lain.” Ujar ku
“oke.” Ujar Rio
***
Sejak kejadian itu Rio berubah, kini dia lebih sopan dan lebih baik. Aku pun bersahabat baik dengannya. Ternyata Rio itu tidak seperti penampilannya saat pertama kali bertemu dengannya. Rio baik sekali. Aku dan Rio sering menghabiskan waktu bersama dengan bermain lari-larian di kebun teh milik ayahnya. Zahra dan teman-teman lainnya juga sering ikut.
Pagi ini aku, Kak Sivia,dan Zahra menuju rumah Rio karena dia mau ikut berangkat sekolah dengan kami. Rio anak yang periang, suka bercanda.
“pagi semua.” Sapa Rio kepada teman satu kelas.
“pagi RIO” ujar teman satu kelas.
“Rio, Ify, Zahra, ini kita makan sama-sama yuk. Kebetulan aku bawa banyak makanan.” Ujar Irsyad sambil memberikan makanan yang ada di tangannya.
“boleh” ujar Rio dan langsung mengambil makanan yang ada di tangan Irsyad.
“bagi dong” pintaku dan Zahra.
“ini makan bareng.” Ujar Rio sambil melahap makanan yang ada di tangan nya.
Lonceng pun berbunyi pertanda pulang sekolah. Rio mengajak teman-teman satu kelas untuk bermain di kebun teh milik ayahnya. Sepanjang perjalanan kami pun bernyanyi dengan riang nya akhirnya kami sampai di sungai kecil yang berada disamping kebun teh. Disana kami menyampaikan harapan kami di masa yang akan datang.
“eh, kalian nanti sehabis tamat dari SMA kalian mau kamana?” ujar Rio dengan antusias.
“kalau aku pengen ngelanjutin ke UGM, katanya sih kuliah disana anaknya hebat-hebat.” Ujar Irsyad dengan penuh keyakinan.
“kalau aku sih mau ke UI” sambung Zahra tak kalah bersemangatnya.
“aku ke ITB” ujarku dan Rio berbarengan.
“ehmmm” Nova ber-dehem kepada kami.
“apaana sih Nov, kalau kamu mau kemana Nov?” Tanya ku.
“aku sih mau ke UnPad” terannya.
“ya udah, sekarang kita tahu kemana kita mau melajutkan sekolah. Itu berarti kita itu punya rencana hidup untuk masa depan kita. Semoga kita nanti di pertemukan lagi saat kita telah mencapai cita-cita kita.” Ujar Rio sambil tersenyum kepada kami.
Waw aku tidak menyangka bahwa Rio bisa sedewasa ini. Ku kira dia anak manja yang tidak pernah memikirkan masa depannya, dan menganggap semuanya bisa dia miliki.
“ehmm” Nova berdehem kembali.
“kayaknya ada yang terpesona ni yo sama kamu.” Lanjut Nova dengan matanya yang melirik kearah ku.
“kenapa Nov, kok ngeliatin aku kayak gitu?” Tanya ku heran melihat Nova yang memandangiku dengan wajah yang menggelikan.
“satu, dua, tiga, cabut” teriak Nova kemudian berlari dilanjutkan anak-anak yang lain.
Ini diluar rencana, mereka meninggalkan aku dan Rio sendirian disini.
Akhirnya Rio membuka mulutnya.
“Fy, sebenernya aku suka sama kamu” Ujar Rio santai.
Aku pun terkejut mendengar perkataan yang baru saja di lontarkan Rio kepadaku.
“aku yo?” Tanya ku tak percaya.
“iya kamu Alyssa Saufika Umari. Sejak bertemu dengan kamu aku jadi berubah, aku mengerti banyak hal tentang dunia ini. Kamu yang mengubah ku.” Terang Rio kepadaku sambil menatapku tajam.
“kamu berubah itu karena keinginan mu yo, aku hanya perantara. Bukan hanya aku tapi, teman satu kelas juga. Mereka juga mendukung perbahan kamu.” Terangku kepada Rio dan menatap balik matanya. Memang terlihat kesungguhan dari balik matanya, tapi jujur aku tidak bisa untuk lebih dari sahabat kepadanya. Aku memang menyayanginya, tapi aku tidak bisa lebih dari itu.
“iya aku tahu, tapi apa mungkin kamu punya perasaan lebih terhadapku? Perasaan lebih dari sahabat?” Tanya Rio tanpa memalingkan pandangannya kearahku.
“maaf yo, bagiku kamu hal terindah yang pernah aku miliki, kamu sahabat yang berharga bagiku. Aku sangat takut kehilanganmu, karena itu aku lebih suka bersahabat sama kamu.” Jelasku kepada Rio.
“baiklah aku mengerti hal itu. Terima kasih fy, kamu sudah menganggapku sahabat yang berarti bagi hidupmu.” Ujar Rio sambil tersenyum setuju dengan perkataanku tadi.
“cie” ujar Zahra dan teman-teman lainnya.
Ternyata mereka masih ada disini, kali ini mereka membawa banya balon yang berisi kertas.
“ini punya kalian berdua, didalamnya terdapat impian-impian kita masing-masing. Ayo kita terbangi bersama.” Ujar Angel kemudian memberikan balon itu kepadaku dan Rio.
Cuaca saat itu sungguh menentram kan jiwa, kini kami telah siap dengan balon-balon impian kami.
“satu, dua, tiga” teriak Rio.
Akhirnya balon-balon impian itu pun kami lepaskan. Sungguh tampak indah di langit. Hari ini hari yang berarti di kehidupanku, bersama dengan teman satu kelas menghabiskan waktu bersama.
“teman-teman kalian mengajarkanku arti cinta, mimpi, dan persahabatan, kalian tidak akan pernah aku lupain. Terima kasih atas semua hal terindah yang pernah kalian berikan untuk ku. Kalian mutiara yang aku temuin di padang gersang, mutiara yang membuat hidupku berharga.”
(: THE END :)
KASIH KRITIK DAN SARAN YA :)
THANKS :)
Jumat, 14 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar